Minggu, 13 Februari 2011

Segelas Susu Rasa Pisang Untuk Ayah

Kepada lelaki tua yang sedang tertidur di kamar sebelah,



Sedang bermimpi tentang apakah, Ayah? Bidadari mana yang hadir dalam mimpimu malam ini? Ah. Bidadari mana pun tidak pernah ada yang secantik Ibu pastinya, seperti yang selalu kau katakan kepada semua orang, “Pendeta Amerika itu kagum akan kecantikan pengantinku saat membuka cadar pengantinnya di Gereja saat bersiap untuk memberkati pernikahan kami dulu…”

Ayah,

Sekarang Ayah sudah sangat tua. Kesehatan Ayah semakin hari semakin menurun, begitu pula dengan ingatan Ayah. Yang kau selalu ingat kebanyakan adalah kenangan masa kecilmu dulu dan kenangan akan almarhumah Ibu. Dua bulan lagi Ayah akan menginjak usia 86 tahun. Kita tidak pernah tahu, berapa lama lagi waktu yang dapat kita bagi bersama di dunia ini. Dan tujuan hidupku saat ini hanyalah untuk menyenangkan Ayah, seperti janjiku pada Ibu dulu beberapa saat sebelum Tuhan memanggilnya pulang.

Keluarga kita banyak yang menganjurkan aku untuk menitipkan Ayah di Panti Jompo, karena menurut mereka Ayah adalah penghalangku. Mereka salah. Justru Ayah adalah pemberi semangat hidup untuk aku. You are my anchor. Without you, I have no idea where I am today and how messy my life is. Ayah adalah satu-satunya alasanku untuk hidup dengan tertib dan bertanggungjawab. Mungkin tanpa Ayah, saat ini aku hilang entah di mana.

Ayah,



Aku mengerti kerinduan Ayah untuk menyelesaikan buku itu. Sabar ya, kita belum punya cukup uang untuk menyewa mobil untuk mengambil meja tulis jati itu dari Ciputat. Tapi satu hal yang kita syukuri hari ini: Setelah dua bulan kita terpisah, akhirnya kita sekarang dapat kembali serumah. Dan terus terang aku ingin menangis setiap kali Ayah berkata, “I am so happy, Connie. I can see you now everyday!”

Aduh.

Ayahku yang aku sayang,

Dulu semasa muda, Ayah yang merawatku. Ya, mungkin tidak sepenuhnya benar karena kebanyakan Ibu yang melakukannya. Tapi saat ini aku merasa diberi kehormatan yang sangat mulia oleh Tuhan untuk mengurusmu. Maafkan jika kadang-kadang aku kehabisan sabar saat menghadapi Ayah yang keras kepala. Aku harusnya sadar, Ayah bukan lagi lelaki dewasa yang dulu aku kenal, tapi Ayah sekarang adalah anakku. Yang perlu aku rawat, jaga, kasihi dengan tulus.

Ayah,



Aku sayang Ayah. Juga Ibu. Aku selalu berdoa supaya hidup kita baik-baik saja, agar Ibu di Surga bisa tersenyum setiap ia memandang ke bawah dan melihat kita.

Mimpi indah, Ayah. Besok pagi, akan aku siapkah sepotong roti dan segelas susu rasa pisang untukmu seperti biasa.


Dengan cinta,
Ananda.




---Oleh:


(diambil dari: www.poeticonnie.tumblr.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar